Urgensi Penetapan Standar Mahar dalam Regulasi Pernikahan di Indonesia
DOI:
https://doi.org/10.54576/annahl.v10i1.76Keywords:
Mahar, Perkawinan, Maqasid Syariah, Kompilasi Hukum IslamAbstract
Mahar merupakan kewajiban suami kepada isteri yang diperintahkan dengan jelas dalam Al-qur’an, hadits, ijma’ dan ketentuan hukum di Indonesia. Ayat al-Quran maupun hadits Nabi tidak menjelaskan batasan minimal mahar. Dalam ketentuan hukum di Indonesia, juga tidak diatur batasan terendah mahar. Pasal 30 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menegaskan bahwa bentuk dan jenis mahar disepakati oleh pihak calon mempelai laki-laki dan calon mempelai wanita. Dalam praktiknya, sangat banyak yang memberi mahar sangat murah, bahkan hanya yang membayar mahar berupa sendal jepit ataupun uang Rp100.000,00. Setelah pernikahan berlangsung, pernikahan dengan mahar sangat rendah ini rentan untuk mengalami perceraian,bahkan tak jarang hanya dalam hitungan bulan. Oleh sebab itu, perlu diatur batasan minimal mahar, agar bisa menjadi pengikat tidak terjadinya perceraian dengan mudah. Hal ini tentunya menjadikan maqashid syariah mahar dan pernikahan tidak terwujud. Oleh sebab itu, perlu diatur batasan minimal mahar dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penulis menggali ketentuan dan ideal mahar dalam penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dapat disimpulkan bahwa sangat perlu ditetapkan standar minimal mahar dalam Undang-undang Pernikahan bagi umat Islam, karena dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak mengatur batas minimal mahar. Namun, KHI sendiri tidak relevan lagi untuk dijadikan dasar memutuskan hukum di Pengadilan Agama termasuk mengatur tentang mahar, karena KHI merupakan Inpres, sedangkan Inpres tidak termasuk dalam produk perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Untuk itu perlu kajian lebih lanjut dari para ahli untuk menetapkan batasan minimal mahar dengan mempertimbangkan maqashid syari’ah mahar.